Film: Madogiwa no Totto Chan (Totto Chan: The Little Girl at the Window || Director: Shinnosuke Yakuwa || Writer: Tetsuko Kuroyanagi, Yôsuke Suzuki, Shinnosuke Yakuwa || Cast: Liliana Ôno (voice of Totto Chan), Koji Yakusho (voice of Kobayashi), Shun Oguri (voice of Moritsuna Kuroyanagi), Anne Watanabe (voice of Cho Kuroyanagi) || Distribution: Toho, Co., Ltd. || Release Date: Dec 8, 2023 (Japan), May 1, 2024 (Indonesia) || Language: Japanese || Country: Japan || Genre: Friendship, Childhood, Life, School, History, Memoar
Rating saya: 1000/10
Sinopsis:
This engaging series of childhood recollections tells about an ideal school in Tokyo during World War II that combined learning with fun, freedom, and love. This unusual school had old railroad cars for classrooms, and it was run by an extraordinary man-its founder and headmaster, Sousaku Kobayashi–who was a firm believer in freedom of expression and activity. (Kondansha)
An ideal school in Tokyo during World War II that combined learning with fun, freedom, and love. This unusual school had old railroad cars for classrooms, and it was run by an extraordinary man-its founder and headmaster, Sosaku Kobayashi who was a firm believer in freedom of expression and activity. (IMDB)
Plot:
Cerita dibuka dengan adegan Totto Chan yang ngumpet di balik kotak pengumpulan tiket kereta api di stasiun kereta api dalam perjalanannya bersama mamanya untuk “interview” di sekolah baru. Mama tampak gugup menghadapi hari itu, si Totto malah sibuk sendiri. Misalnya dia bertanya apakah boleh minta tiketnya ke petugas tiket yang jutek, dan dijawab, “ga boleh.” Tapi usaha Totto ga sampai di situ, dia nanya lagi, “semua tiketnya punya Bapak?” yang dijawab rada ketus, “bukan. Punya stasiun”.
Karena tertarik liyat bapak petugas tiket itu ngumpulin tiket dan bayangin punya tiket kereta banyak-banyak, Totto lalu bilang ke bapak itu, “nanti kalo udah gede, aku mau kerja jadi petugas tiket juga!” yang terus bikin ekspresi si Bapak dari jutek ke senyum dan mulai ngeh sama keberadaan Totto Chan, lalu si Bapak jawab, “anak saya juga mau jadi pegawai stasiun. Mungkin nanti bisa bekerja sama.”, yang malah dijawab Totto, “aku akan pikirkan lagi.” Mamanya udah keburu manggil soalnya.
Meanwhile, Mama nervous luar biasa, karena dia beneran khawatir Totto Chan bakalan ga diterima di calon sekolah baru yang akan mereka datengin, sebab kejadian di sekolah lamanya membuat Totto Chan mendapat label “pengganggu” dan harus out dari sekolah itu.
Long story short, setelah ngobrol selama empat jam dengan pak Kepala Sekolah, Totto chan diterima di sekolah barunya yang bernama Tomoe. Bapak Kepala Sekolah amazing yang bernama pak Sosaku Kobayashi, yang – saat pertemuan pertamanya, Totto nanya ke Bapak Kepala Sekolah dengan pertanyaan, “Bapak itu Pegawai Stasiun atau Kepala Sekolah?” yang disambut tawa kencang dan jawab, “Bapak adalah Kepala Sekolah.” Jawaban itu membuat mata Totto Chan berbinar, karena dia pengen banget sekolah di situ. Kenapa? Salah satu sebabnya, ruang kelasnya adalah gerbong kereta api yang udah nggak dipake lagi. Asik banget, kan?
Dan Totto pun cerita ke papanya, bahwa dia nggak akan pernah bolos sekolah lagi, karena sekolahnya menyenangkan. Tentu ini bikin papa dan mamanya lega banget. Soalnya stres juga, kan, kalo punya anak yang ditendang dari sekolahnya. Bikin mental ortu nge-drop, karena nyari sekolah yang oke buat anak tuh ga mudah.
Apakah ceritanya berhenti sampai di situ?
Ya nggak. Selanjutnya ceritanya bergulir tentang keseharian Totto Chan di sekolah Tomoe dengan segala dinamikanya. Pengennya spill semuanya karena emang pengen banget cerita. Tapi aku highlight aja, deh, ya… Soalnya jatuhnya spoiler kalo aku ceritain semua.. Aselik ga tahan banget pengen ceritain semuanya… ^^ (tahan, pen… tahan… sekuat kamu nahan kebelet saat perjalanan dari Garut ke Bandung di arus balik yang makan waktu 5 jam).
Berikut highlight scene Madogiwa Totto Chan yang pengen saya bagi di sini:
Bekal sekolah.
Pak Kobayashi mewajibkan semua anak membawa bekal makan siang dengan keyword “yang berasal dari laut dan dari gunung”. Ga usah bayangin bekal anak-anak tuh bawa gurita atau paus untuk kriteria “dari laut” atau bawa kambing gunung apalagi rusa untuk kriteria “dari gunung”. Sesederhana ikan goreng untuk kriteria “dari laut” dan telur dadar untuk kriteria “dari gunung” aja, kok. Atau kalo mau lebih sederhana lagi, rumput laut a.k.a nori udah masuk banget ke kriteria “dari laut” dan umeboshi (sejenis asinan) udah masuk ke kriteria “dari gunung”.
Mereka berkumpul di aula dengan membawa bekalnya masing-masing, kemudian Pak Kobayashi akan memeriksa bekal setiap anak, berdiskusi dengan mereka untuk menentukan makanan yang mereka bawa tuh udah memenuhi kriteria “dari laut dan dari gunung” apa nggak. Terus gimana kalo bekal anak ga lengkap? Cuma ada salah satunya aja? No worries! Istri pak Kobayashi ngikutin inspeksi Pak Kobayashi sambil bawa panci bersekat, yang berisi makanan dari laut dan dari gunung, sebelah-sebelahan. Jadi kalo ada yang “kurang”, bu Kobayashi yang akan nambahin ke piring anak itu.
Poinnya apa, sih, diajarin begini? Anak diajarin ga milih-milih makanan, makanan dari laut dan dari gunung itu perlu (secara implisit ngajarin berterima kasih sama alam yang udah menyediakan kita makanan), ga perlu minder dengan bekal masing-masing, dan semua bisa makan bersama dengan bahagia.
Di hari pertama Totto Chan bersekolah, bekalnya dibuat oleh Mama yang ditata secantik taman bunga dan dapat pujian dari pak Kobayashi. Dan, karena ada hal yang menarik untuk didiskusikan saat melihat ke bekal Totto Chan, pak Kobayashi mengajukan pertanyaan ke anak-anak, “kalo denbu (dendeng ikan) itu asalnya dari laut atau dari gunung, ya?”
Bocah-bocah kemudian mikir. Karena dendeng warnanya coklat, mirip warna darat, jadi pada jawab, “dari gunung!” Dengan santai, pak Kobayashi jawab, “dari laut.” Diprotes, tentu saja. Dan pak Kobayashi jawab lagi, “Denbu itu terbuat dari ikan laut yang dikeringkan dan diserut.” yang disahut, “ooooh” panjang oleh anak-anak dan mereka merasa pintar selangkah lagi karena dapet ilmu baru dari pak Kepala Sekolah.
Ritual sebelum makan
Setelah memeriksa bekal setiap anak dan memastikan makan siang setiap anak udah lengkap sebelum disantap, pak Kobayashi duduk di depan piano dan mulai memainkan musik yang instrumennya tuh dari lagu yang kita tahu “Row, Row, Row Your Boat” tapi liriknya digubah jadi “kunyah, kunyahlah semua makanan… kunyah, kunyah, kunyah, semua makanan”, (ga hafal lirik Japanesenya, euy). Setelah itu, anak-anak mengucapkan, “itadakimasu” terus makan, deh…
Belajar di Kelas
Berbeda dengan sekolah pada umumnya, yang jadwal belajarnya udah ditentukan per jam-nya dengan subject yang akan dipelajari hari itu, di Sekolah Tomoe, guru menulis semua mata pelajaran yang diajarkan hari itu di papan tulis, dan muridnya tinggal milih mau belajar yang mana duluan, tergantung kesukaan mereka. Jadi, di reguler pertama (jam pelajaran pertama) bisa jadi ada anak yang lagi menggambar, ada yang ngerjain soal matematika atau malah bikin percobaan kimia. Tinggal dateng ke gurunya buat minta dijelasin kalo emang ada yang perlu dijelasin. Dan nggak ada paksaan harus selesai seketika, tapi sebisa mungkin, semua pelajaran bisa diselesaikan hari itu. Dengan cara itu, anak-anak Tomoe semuanya ikhlas banget nyelesaiin pelajaran mereka sebelum jam sekolah berakhir. Bahkan ada bonus jalan-jalan ke luar sekolah kalo semua anak udah kelar menyelesaikan pelajaran hari itu sebelum jam pulang. Buat anak kelas satu SD kayak Totto Chan, yang energi kinestetiknya buanyaaak banget, perjalanan kayak gini tuh menyenangkan banget karena bisa lihat-lihat sekitar bareng temen-temen sekelas. Kesannya cuma jalan-jalan ya, padahal mereka belajar banyak tentang biologi, sejarah, dan apapun subject belajar yang bisa mereka temui di acara jalan-jalan itu.
Yasuaki Yamamoto
Ada anak laki-laki pendiam di kelas Totto Chan yang menarik perhatiannya. Jalannya pelan, kadang diseret, namanya Yasuaki Yamamoto. Kaki dan tangannya kecil sebelah, karena dia menderita polio. Tau diri kalo dia ga selincah teman-teman sekelasnya, dia sering memilih berada di kelas dan baca buku. Totto Chan adalah anak yang ga cuma cerewet dan periang, dia juga pengen semua temennya bahagia seperti dirinya, makanya dia melakukan apapun supaya Yasuaki nggak left behind dan ikut bersenang-senang seperti anak lainnya. Poster filmnya tuh jitu banget, karena di poster itu menggambarkan usaha Totto Chan ngajakin Yasuaki melakukan sesuatu yang tampak mustahil bagi anak yang berjalan aja susah payah: naik pohon. Buat anak sekecil itu…, ini tuh ide yang gila banget… Melihat Totto Chan yang nggak menyerah pada Yasuaki, membuat rasa minder anak ini perlahan terkikis. Semangat Totto Chan menular banget ke Yasuaki.
Ruang Kelas
Seru banget, ga, sih, punya ruang kelas yang berasal dari gerbong kereta api yang udah nggak terpakai? Emang kesannya sumpek karena gerbong kereta api kan nggak besar, yaaa.. udah gitu semua kursi penumpang diganti dengan kursi dan meja belajar kayak di kelas pada umumnya. Tapi emang murid di Sekolah Tomoe nggak banyak, so, no problem. Rasanya tiap belajar di kelas tuh kayak lagi travelling pake kereta api.
Menginap di Sekolah
Sebenernya nggak ada acara khusus. Cuma gara-garanya, putri pak Kobayashi ngasih tahu bahwa malam itu mereka akan kedatangan gerbong kereta baru, bocah-bocah jadi pengen lihat kan.. Penasaran dengan cara gerbong kereta api dibawa ke sekolah, mereka terus berdiskusi ngeluarin segala jurus teori dan imajinasi masing-masing di kepala mereka. Sampai akhirnya mereka memutuskan minta ke pak Kepala Sekolah boleh melihat kedatangan gerbong kereta api. Beruntung, pak Kepala Sekolah mengizinkan mereka menginap di sekolah, karena gerbong itu akan datang di larut malam. Jadi, pas si gerbong datang, mereka senang luar biasa.
Asli masih banyak banget yang pengen kuceritain, tapi ntar jatuhnya sopiler. Mendingan nonton sendiri aja dan baca bukunya kalo belum pernah tahu Totto Chan.
Kesan saya….
Sejak trailer-nya bertebaran di bulan Oktober 2023 kalo Madogiwa no Totto Chan dibuat animasinya dan akan tayang di Jepang tanggal 8 Desember 2023, jadi nunggu-nunggu kapan bakalan tayang di Indonesia. Tapi sempat agak cemas juga, “bakalan tayang di Indonesia, nggak, ya?” Tapi, kan, pembaca Totto Chan di Indonesia tuh buanyaaaak banget! Pasti semua pembacanya pengen nonton! Alhamdulillaah, beredar info kalo 1 Mei 2024 akan serempak tayang di bioskop di Indonesia.
Saya nonton di CGV Paris van Java. Sempat kecewa karena nggak ada display poster film ini, padahal udah bawa bukunya dan pengen fotoin bukunya di dekat posternya. Hahaha. Mimpi. Ternyata info teman lain, di CGV BEC juga nggak ada display posternya. Bahkan saya menemukan komentar di postingan saya di medsos, “jangankan display posternya, jadwalnya aja nggak dapet”. Hanya tayang di CGV dan Cinepolis, jadi mempertanyakan kenapa XXI ga ikut menayangkannya. Di tanggal saya nonton, lumayan banyak kok, penontonnya.
Karena Ilman dan Zaidan belum pernah baca bukunya, mereka ngotot pengen ikut saya nonton, anyway, mereka kaget pas adegan berenang. Well, Ilman dan Zaidan kan memang kami ajari batasan aurat, ya… jadi, saat adegan berenang (semua anak-anak kecil di Tomoe berenang nggak pake sehelai kain pun), saya diprotes Ilman, “aurat!” katanya. Terus, Zaidan juga protes, karena dia khawatir ini jatuhnya pelecehan. Pelan-pelan saya jelaskan ke keduanya, bahwa di film ini tuh nggak bermaksud pamer aurat. Orang Jepang tuh sebenernya pemalu urusan perilaku, tapi urusan tubuh, mereka ga malu buat telenji di depan orang selama itu tempatnya bener (misalnya di onsen/pemandian air panas) dan di sekolah Tomoe ini. Dan di situ Pak Kobayashi pengen mengajarkan semua anak itu sama, bentuk tubuh semua anak sama. Jadi no rules untuk minder atau harus ngebeda-bedain satu sama lain. Betul memang aurat, tapi karena ini Jepang, maka ini jadi biasa aja di sana. Poin saya menjelaskan ini ke mereka adalah: agar mereka menghormati kebiasaan mereka, tapi ga perlu nge-judge atau jadi ikut-ikutan juga. Stick pada prinsip sendiri mah harus, tapi ga perlu menggurui orang lain juga.
Film ini juga ngajarin sejarah secara langsung ke Ilman dan Zaidan dari sudut pandang orang Jepang, saat sedang berlangsungnya Perang Dunia II. Kehidupan yang tadinya baik-baik aja, berubah hancur semua. Gimana kita semua menyaksikan rumah tinggal Totto Chan, harus ditinggalkan dan dihancurkan. War is never good to anyone.
Saya tentu saja nangis entah berapa kali sepanjang film ini, mengingat ini tuh beneran kejadian nyata yang di-film-kan tanpa ada tambahan cerita imajinasi. Baru mulai aja udah mrebes mili, misalnya pas interview Totto Chan mau masuk Sekolah Tomoe dan kata-kata pak Kobayashi mengubah hidup Totto Chan selamanya, cuma dengan bilang, “kamu anak baik”, di saat Totto Chan merasa bahwa setengah dunia menolaknya, menganggapnya sebagai “anak yang problematik”.
Atau pas Pak Kobayashi nyuruh Yasuaki pergi ke luar sama temen-temennya, tapi Yasuaki menolak karena minder, merasa dirinya lamban. Atau pas penutupan sekolah Tomoe karena semua orang harus mengungsi. Atau pas adegan saat menyaksikan Tomoe hancur oleh rudal, Pak Kobayashi ngomong gini sambil senyum ke arah penonton, “nanti kita bikin sekolah kayak apa lagi, ya?” Dudududu… rontooooook hati iniiii….
Ga cuma dibikin nangis sih, dibikin ketawa juga ada. Termasuk ekspresi geuleuh saat Totto Chan berusaha menemukan dompetnya yang jatuh. No. Saya ga mau cerita.
Saya pengen nonton ini tiap hariiiiiiiiiiiiiiii. Tapi per hari ini saya nulis, jadwal tayang hanya tersisa di CGV BEC. Di Cinepolis Istana Plaza dan di CGV PVJ udah ga tayang lagi… Kan jadi sediiih…
Malam setelah nonton itu, saya berdiskusi dengan Pa il, tentang display poster yang ga ada di CGV ditambah jadwal tayang yang ga menentu: mungkin film ini nggak menarik karena nggak mengandung drama. Murni cerita hidup seseorang tanpa unsur komersial yang bisa jadi gimmick. Kesannya memang hanya menyasar segmen tertentu: terutama segmen pembaca buku Totto Chan. Saya nggak lihat promosi dari pihak penayang yang seheboh mengiklankan film-film horor lokal. Sedih? Tentu saja. Mungkin karena terkesan “segmented” tadi dan seolah-olah hanya yang related dengan bukunya aja yang bakalan nonton, saya ga lihat ada promosi dari pihak penayang. Atau dari pihak distributornya juga ga melakukan promosi yang heboh? Entahlah. Hanya mereka yang tahu.
Mari kita berdoa semoga tayang di N ga lama lagi kalo gitu, ya… Biar bisa puas nonton terus. Kalo misalnya ga kebagian nonton saat ini, boleh, lho, baca dulu aja bukunya…
Ini adalah Totto Chan yang udah dewasa, eh, senior, karena usianya udah 90 tahunan…
Berikut mini data tentang Totto Chan atau Tetsuko Kuroyanagi:
Tetsuko Kuroyanagi (born August 9, 1933) is a Japanese actress, television personality, World Wide Fund for Nature advisor, and Goodwill Ambassador for UNICEF. She joined NHK Broadcasting Theatre Company as the first television actress in 1953. In 1954, she made her debut as the lead actress in the radio drama Yambō Nimbō Tombō.
Seperti biasa, saya selipkan trailer filmnya di sini, ya…